Fakta Yang Mengejutkan Tentang Lubang Di Sukabumi
![]() |
Prefensi dari pihak ketiga |
Sebelum lubang muncul, warga mendengar deru dan letusan sekitar pukul 04.00 WIB. Raungan yang memutar proses lubang juga terdengar oleh warga lain dalam 150 meter dari tempat kejadian.
"Kami percaya bahwa akan ada lebih banyak lubang seperti apa yang terjadi tahun lalu, dan ternyata itu benar," kata seorang warga, Cece Sudirman, di Sukabumi.
Lubang raksasa ini lebih besar dari lubang raksasa yang muncul tahun lalu. Lubang baru ini terletak sekitar empat meter dari lubang lama yang telah ditutup oleh warga.
Warga lainnya, Yogi Prayogi, mengatakan bahwa sebelum lubang itu terbentuk, wilayah Kadudampit telah dilanda hujan deras.
"Warga di sini tidak menantang karena mereka khawatir bahwa area pelebaran sekarang cukup," katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi, Daeng Sutisna, mengatakan bahwa petugas keamanan sedang mencari kegiatan lubang, kekhawatiran semakin luas dan berbahaya.
"Tidak tercakupnya kawasan akan menambah lebih banyak hujan yang cukup tinggi. Kami mendorong warga untuk selalu waspada mendengar raungan dari lokasi pergi," katanya.
Betul. Dalam sehari, lubang lipatnya menjadi dua kali lipat. Ketua RW 02 Deni Rahayu Hamzah mengatakan, awalnya diameternya hanya 16 meter, sekarang sekitar 30 meter.
"Karena tanah longsor terus terjadi di dinding lubang," katanya.
Sejauh getaran masih terasa seperti kompleksitas lubang raksasa meluas ke pemukiman dan merusak jalan penghubung, jarak dari lubang itu sekitar 10 meter. Aliran listrik telah padam di beberapa daerah karena kutub telah runtuh dan beberapa kabel telah terputus.
Hasil studi sementara Tim Tanggap Darurat Gerakan Tanah Badan Geologi Jawa Barat membentuk lubang raksasa di Desa Legoknyenang, Kabupaten Sukabumi, melanjutkan kegiatan sungai bawah tanah.
"Tapi karena sudah terkubur di tanah final, sungai itu hilang dan ternyata aktif kembali dengan mengeluarkan lebih banyak udara. Pembentukan lubang itu terjadi," kata Ketua Tim Tanggap Darurat Tanag Gerakan Badan Geologi Jawa Barat Edy Mulyadi
Karena adanya pergerakan udara dari sungai bawah tanah tua ini, tanah akhirnya runtuh karena udara terus berhasil di dinding tanah di daerah tersebut. Namun, proses geologis ini adalah hal normal yang merupakan proses alami.
Dia mengatakan, pihaknya juga telah melakukan studi dan mengambil beberapa foto yang dapat dibatalkan di sungai bawah laut yang telah kembali meluap. Itu dimungkinkan karena alirannya ditutupi oleh volume tanah di sungai dan tanah itu pada akhirnya akan dihancurkan.
Selain itu, kondisi air yang terus meningkat di daratan pada akhirnya menciptakan kembali aliran sungai yang sebelumnya hilang karena TPA dari aktivitas gunung berapi. Lokasinya memang di bawah Gunung Gede Pangrango yang saat ini masih aktif.
"Kemungkinan area lubang ini akan terus bertambah. Oleh karena itu, para tamu yang menginap di sini selalu waspada. Jadi orang-orang disarankan untuk tidak terlalu dekat sehingga kami khawatir membutuhkan rumah yang cukup dekat untuk bencana ini bisa diperbaiki, "tambahnya.
Edy mengatakan, bahkan di lokasi itu ada kerikil yang merupakan abu vulkanik. Dianggap layak di lokasi ini, ada awan panas yang tidak dikonversi. Bisa melalui rembesan, karena jika batu itu mudah terkikis abu.
Sumber udara ini dapat berasal dari atas atau rembesan dari lapangan, sehingga awan panas dapat terlihat berulang kali ditambahkan dengan kerikil sehingga udara mudah merembes dan lubang ini terbentuk.
Munculnya lubang besar di Sukabumi tahun lalu terjadi sekitar pukul 11.30 WIB, Kamis, 6 September 2018 yang berbentuk oval dengan dimensi panjang 6,5 meter, lebar 4 meter, dan kedalaman 6 meter.
Tahun lalu, Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyetujui hasil pengujian subsidensi yang membentuk lubang raksasa di Desa Legoknyenang, Desa Sukamaju, Distrik Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.
Menurut Rustam, kepala tim peninjau tanah tenggelam dari PVMBG, lokasi penurunan tanah dari 774,3 meter di bawah permukaan laut, terletak di jalan tanah yang dikeringkan oleh udara. Terowongan itu panjangnya 50 meter, dengan outlet mulutnya setinggi 3,2 meter dan lebar 2,5 meter.
"Menyeberang dari barat laut ke Sungai Cigalunggung, kedalaman di ujung barat laut (titik masuk udara) adalah 6 meter, melewati kedalaman di ujung tenggara (tempat udara keluar) sekitar 10 meter di bawah permukaan," kata Rustam dalam Bandung, Senin (9/10/2018).
Rustam menjelaskan bahwa dengan memutar lubang aliran udara di negeri ini agak terkendali, sehingga ada genangan air di ujung barat laut tempat udara masuk. Jika dilihat dari morfologi, lokasi amblesan terletak di lereng selatan bagian bawah Gunung Gede.
Lokasi memiliki kemiringan sekitar 15 persen. Lokasi ini adalah sawah produktif di Sukabumi. Berdasarkan peta geologi regional dari lembar tersebut, lokasi subsidensi berada dalam formasi gunung berapi Gede (Qvg).
"Terdiri dari litologi breksi tufan dan lava, andesit dengan oligoclast-andesine, piroksen, dan hornblende yang sangat banyak, tekstur seperti trachite, umumnya sangat lapuk," kata Rustam.
Rustam menambahkan, melihat di lapangan lokasi kejadian di tanah lapukan terdiri dari pasir tufan, ditandai oleh tanah berwarna kuning kecoklatan, kurang solid, agak longgar. Karena penggunaan lahan di ladang, tanah tersebut jenuh dengan udara.
Penyebab perpindahan subsidensi, kata Rustam, adalah adanya transisi tanah (tanpa konstruksi penguat pada dinding dan atap) yang melewati tepat di bawah lubang pembuangan.
Dinding dan atap tanah, kata Rustam, berangsur-angsur terkikis oleh aliran udara, menyebabkan perbedaan rongga bawah tanah yang semakin besar dan tidak kuat menahan beban tanah di atasnya. Selain itu, tingkat kejenuhan tanah mulai meningkat.
"Itu perlu dilakukan dengan memblokir subsidensi tanah dan sampah di terowongan agar aliran udara di landasan tetap, sehingga tidak ada akumulasi dan limpahan udara di intake udara. Harus ada penguat di dinding dan atap di sepanjang jalan tanah agar tanah tetap stabil "(tidak tenggelam)," jelas Rustam.
Komentar
Posting Komentar